Aneka produk berbahan plastik sangat mudah kita temukan di
pasaran. Sifat plastik yang ringan dan tidak mudah pecah, serta berharga
relatif murah, merupakan alasan banyak orang menggunakannya, mulai dari
kantong belanja hingga kemasan atau wadah makanan dan minuman.
Namun belakangan, upaya mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari mulai banyak dilakukan. Selain karena dianggap tidak ramah lingkungan yang sukar diuraikan, sejumlah bahan pembuat plastik ternyata berisiko menimbulkan berbagai gangguan bagi kesehatan kita.
Salah satunya adalah bisphenol-A (BPA). Zat kimia itu sudah digunakan untuk membuat plastik dan resin epoksifenolat sejak 1957. Sekitar 3,6 juta ton BPA digunakan oleh produsen setiap tahun untuk membuat berbagai barang konsumsi, seperti botol susu bayi dan botol minum, peralatan olahraga, CD dan DVD, serta untuk keperluan industri, seperti lapisan pipa air. Sementara resin epoksifenolat yang mengandung BPA digunakan sebagai pelapis bagian dalam kaleng makanan dan minuman.
Sejak 2008, beberapa negara telah mempertanyakan keamanannya, yang mendorong beberapa pengecer menarik produk polikarbonat. Sebuah laporan 2010 dari Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) memperingatkan kemungkinan bahaya terhadap janin, bayi dan anak-anak. Pada September 2010, Kanada menjadi negara pertama di dunia yang mengklasifikasikan BPA sebagai zat beracun. Dan negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat juga sudah melarang peredaran botol susu dan peralatan makan anak-anak yang diduga mengandung BPA.
Larangan itu dilatari kekhawatiran akan dampak kesehatan yang mungkin ditimbulkan oleh BPA, seperti obesitas, gangguan otak dan fungsi tiroid, kanker, bahkan penyakit jantung dan penurunan produksi sperma maupun kekebalan tubuh, serta pubertas dini. Beberapa penelitian menunjukkan, ikatan BPA yang tergolong tidak stabil dapat menyebabkan sejumlah kecil zat kimia itu terlepas ke dalam makanan atau susu formula yang menjadi isi suatu kemasan yang mengandung BPA, dan tertelan oleh manusia.
Pelepasan BPA akan terjadi semakin banyak saat botol susu bayi atau botol air terkena panas, seperti saat direbus atau disterilisasi. Para ilmuwan menyebutkan, BPA dapat menjadi senyawa "pengganggu hormon" karena berpotensi mengganggu fungsi normal dari sistem hormon, yang menimbulkan efek merugikan pada kesehatan, reproduksi, perkembangan, serta masalah tingkah laku.
Untuk menghindari dampak buruk BPA bagi kesehatan, cermati penggunaan barang-barang yang berbahan plastik. Cara mudah untuk mengidentifikasi kandungan BPA adalah dengan memerhatikan kode resin – nomor dalam segitiga tanda panah melingkar di bawah barang-barang plastik. Kode resin 7 berarti plastik kemungkinan mengandung BPA. Atau, perhatikan "PC" di dekat simbol daur ulang, yang berarti polikabonat, yang dibuat dari BPA. Pilih saja produk wadah makanan dan minuman yang tertera tulisan “BPA Free”, atau yang terbuat dari polietielen, polipropilen (kode resin 1, 2 dan 5), poliamida (PA), polietersulfon (PES), bambu, gelas, atau stainless steel.
Ada baiknya juga Anda menghindari konsumsi makanan dan minuman kaleng, dan beralih ke makanan segar. Dan pastikan wadah makanan dan minuman berbahan plastik tidak bersentuhan langsung dengan air panas.
0 comments:
Post a Comment