Searching...
Friday 5 December 2014
08:05

Pengertian dan Sejarah Al-Qur'an

Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a yang bermakna Talaa [keduanya berarti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan. Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*

Para ulama telah berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata Al-Qur’an dari sisi derivasi (isytiqaq), cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkannya menggunakan hamzah adalah:

Al-Lihyani, berkata bahwa kata “al-quran” merupakan kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca). Penamaan ini masuk ke dalam kategori “tasmiyah al maf’ul bi al-mashdar” (penamaan isim maf’ul dengan isim mashdar)

Al-zujaj, menjelaskan bahwa kata “al-quran” merupakan kata sifat yang bersal dari kata dsar “al-qar’ “ yang artinya menghimpun. Kata sifat ini kemudian dijadikan nama bagi firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, karena kitab itu menghimpun surat, ayat, kisah, perintah, dan larangan. Atau karena kitab ini menghimpun intisari kitab-kitab suci sebelumnya.

Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata “Al-Quran” dengan tidak menggunakan hamzah yaitu :
Al-Asy’ari, mengatakan bahwa kata Al-Quran diambil dari kata kerja “qarana” (menyertakan) karena Al-Quran menyertakan surat, ayat,dan huruf-huruf.
Al-farra’ menjelaskan bahwa kata Al-Quran  diambil dari kata dasar “qara’in” (penguat) karena Al-Quran terdiri dari ayat-ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara satu ayat dan ayat-ayat lainnya.[1]

Secara Syari’at (Terminologi)
Menurut Manna’ Al-Qaththan:[2] “Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan membacanya memperoleh pahala.”
Menurut Al-Jurjani:[3] “Yang diturunkan kepada Rasulullah SAW, yang ditulis di dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa ada keraguan.”
Menurut Abu Syahbah: “Kitab Allah yang diturunkan baik lafadzh maupun maknanya kepada Nabi terakhir, Muhammad SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan kesesuaiannya dengan apa yang diturunkannya kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf mulai surat Al-Fatihah [1] sampai akhir surat An-Nas [114].”
Menurut Kalangan Para ushul fiqih, fiqih, dan bahasa arab:[4] “Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad, yang lafadzh-lafadzhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, ditunkan secara mutawatir dan ditulis pada mushaf mulai surat Al-Fatihah [1] sampai akhir surat An-Nas [114].”

Proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW
  • Pertama, Al-Quran turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah
  • Tahap kedua, Al-Quran diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang berada di langit dunia)
  • Tahap ketiga, Al-Quran diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan yang berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua ayat dan kadang-kadang satu surat
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat Jibril, tidak secara sekaligus, melainkan turun sesuai kebutuhan. Bahkan sering wahyu turun untuk menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau untuk membenarkan tindakan Nabi SAW.

Hikmah Diwahyukannya Al-Quran secara Berangsur-Angsur
Hikmah yang terkandung dalam hal diturunkannya Al-Quran secara berangsur-angsur, antara lain sebagai berikut :[5]
  • Memantapkan hati Nabi, ketika menyampaikan dakwah, Nabi sering berhadapan dengan para penentang. Turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu merupakan dorongan tersendiri bagi Nabi untuk terus menyampaikan dakwah.
  • Menentang dan melemahkan para penentang Al-Quran, Nabi sering dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi. Turunnya wahyu itu tidak saja menjawab pertanyaan itu, bahkan menentang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Quran. Dan ketika mereka tidak mampu memenuhi tantangan itu, hal itu sekaligus merupakan salah satu mukjizat Al-Quran.
  • Memudahkan untuk dihafal dan dipahami, Al-Quran pertama kali turun di tengah-tengah masyarakat Arab yang ummi, yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya,
  • Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-Quran turun) dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at.
  • Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari Allah Yang Mahabijaksana.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyyah
Dari perspektif masa turun: “Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum Rasullulah hijrah ke Madinah, kendatipun buka turun di mekah. Adapun Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun setelah Rasullulah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut madaniyyah walaupun turun di Mekah atau Arafah.”

Dari perspektif tempat turun: “Makkiyah ialah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyyah. Adapun Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba’, dan sul’a.”

Dari perspektif objek pembicaraan: “Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab-kitab Mekah sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang Madinah.

Cara-cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah
Dalam menetapkan mana ayat-ayat Al-Quran yang termasuk kategori ayat makkiyah dan madaniyyah, para sarjana muslim berpegang teguh pada dua perangkat pendekatan.[6]

Pendekatan Transmisi (Periwayatan)
Dengan perangkat pendekatan transmisi, para sarjana muslim merujuk kepada riwayat-riwayat valid yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang kemungkinan besar menyaksikan turunnya wahyu, atau para tabiin yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Quran, termasuk di dalamnya adalah informasi kronologis Al-Quran.

Pendekatan Analogi (Qiyas)
Bila dalam surat Makkiyah terdapat sebuah ayat yang memiliki ciri-ciri khusus madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat madaniyyah. Para ulama telah menetapkan tema-tema sentral yang ditetepkan pula sebagai ciri-ciri khusus bagi kedua klasifikasi itu. Misalnya mereka menetapkan tema kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu sebagai ciri khusus Makkiyah, tema faraid dan ketentuan had sebagai ciri khusus Madaniyyah.

Ciri-ciri Spesifik Makkiyah
  • Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabian, penetapan hari kebagkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka dan siksanya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi rasional dan naqli.
  • Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-keutamaan ahlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga berisikan celaan-celaan terhadap kriminalitas yang dilakukan kelompok musyrikin, mengonsumsi harta anak yatim secara zalim serta uraian tentang hak-hak.
  • Menuturkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin.
  • Ayat dan suratnya pendek dan nada serta perkataannya agak keras
  • Banyak mengandung kata-kata sumpah.
Ciri-ciri Spesifik Madaniyyah
  • Menjelaskan permasalahan ibadah, hudud, muamalah, bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintah mengenai perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’. Mengkhitabi Ahli Kitab Yahudi dan Nashrani dan mengajaknya masuk islam, juga menguraikan perbuatan mereka yang telah menyimpangkan Kitab Allah dan menjauhi kebenaran atas perselisihannya setelah datang kebenaran.
  • Mengungkap langkah-langkah orang musyrikSurat dan sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang serta menjelaskan hukum dengan terang dan menggunakan ushlub yang terang pula.[7]
  • Ciri-ciri spesifik yang dimilik madaniyyah, baik dilihat dari persfektif analogi ataupun tematis, memperlihatkan langkah-langkah yang ditempuh Islam dalam mensyariatkan peraturan-peraturannya, yaitu dengan cara periodic (hierarkis/ tadarruj).
Urgensi Pengetahuan tentang Makkiyah dan Madaniyyah
An-Naisaburi, dalam kitabnya At-Tanbih ‘ala Fadhl ‘Ulum Al-Quran, memandang subjek makkiyah dan madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling utama. Sementara itu, Manna Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi mengetahui makkiyah dan madaniyyah sebagai berikut.

Membantu dalam Menafsirkan Al-Quran
Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Quran tentu sangat membantu memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori yang mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan kekhususan sebabin. Dengan mengetahui kronologis Al-Quran pula, seorang mufassir dapat memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa diketahui melalui kronologi Al-Quran.

Pedoman bagi Langkah-langkah Dakwah
Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan dan intonasi yang berbeda yang di gunakan ayat-ayat makkiyah dan madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya. Di samping tu, setiap langkah-langkah dakwah memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring denga perbedaan kondisi sosio-kultural manusia. Periodisasi Makkiyah dan Madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.

Memberi Informasi tentang   Kenabian
Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah Nabi, baik di Mekah dan Madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu terakhir. Al-Quran adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah Nabi itu. Informasinya tidak bisa diragukan lagi.[8]
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (al-Insaan:23)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)


Allah SWT telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia SWT telah menjamin akan menjaganya. Oleh karena itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka kedoknya :
“Sesunggunya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Allah SWT menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta menunjukkan bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya :
“Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
“Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Shaad:29)
“Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka iktuilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)
“Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)
“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)

“Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu kaan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
“Dan apabila diturunkan suatu surat, mka di antara mereak (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang berimana, maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira # Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
“Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
“Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)


Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang karenanya Muhammad SAW diutus kepada seluruh umat manusia :
“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)

Sedangkan Sunnah Nabi SAW juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an : “Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. "Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)



CATATAN KAKI :
[1] Muhammad bin Muhammad abu syahbah, al-madkhal li dirosat al-quran al karim, maktabah as-sunnah, Kairo, 1992, hlm. 19-20.
[2] Manna’ al-qaththan, ath-thaba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi’, Jeddah, t.t., hlm. 174.
[3] Abu Syahbah, op. cit., hlm. 7.
[4] Ibid., hlm. 20.
[5] Al –Qaththan, op. cit., hlm. 107-116.
[6] Al-Qaththan, op. cit., 60.
[7] Al-Qaththan, op. cit.,hlm. 63-64; Al-Zarkasyi, op. cit., hlm. 188.
[8] Al-Q aththan, op. cit., hlm. 59-60.

* Maksudnya, al-Qur’an adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab yang sebelumnya. (al-Qur’an dan terjemahannya, DEPAG RI)
(SUMBER: Ushuul Fii at-Tafsiir karya Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin, hal.9-11)
Sumber : http://www.alsofwah.or.id/ - Pengertian al-Qur'an

0 comments:

Post a Comment

 
Back to top!