Kemuliaan Bahasa Arab
Keutamaan bahasa arab sangatlah banyak. Sebagaimana perkataan Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2, yang artinya,
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkan.”
Ia berkata, “Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab) karena bahasa arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu, kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada Rasul yang paling mulia (yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia di atas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat Yusuf)
Memang banyak kita dengar perkataan bahwa bahasa arab adalah bahasa yang digunakan di surga. Namun ternyata tidak ada hadits shahih dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang masalah ini sebagaimana dinyatakan Abu Shuhaib al-Karami yang mentahkiq kitab Mukhtashar Hadi al-Arwah karya Ibnu Qayyim Al-Jaujiyyah. Namun banyak atsar salaf yang menguatkan hal ini (bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab). Wallahu a’lam bi shawab.
‘Afwan Jiddan
Kalimat yang satu ini, rasanya sudah menjadi sebuah perkataan umum yang merebak dimana-mana. Secara kata perkata, memang terlihat benar, karena ‘afwan berarti maafkan aku, sedangkan jiddan artinya sungguh-sungguh/benar-benar. Ternyata kalimat ‘afwan jiddan tidak dikenal dalam bahasa arab yang benar. Ini sama seperti seseorang yang belajar bahasa Inggris kemudian mengatakan, “My watch is dead”. Secara kata perkata memang benar, namun secara penggunaan bahasa asalnya, kalimat tersebut bukanlah kalimat yang benar.
Kata ‘afwan itu sendiri sebenarnya sudah merupakan sebuah permintaan maaf yang sangat. Jika dirinci, kata ‘afwan mempunyai kalimat lengkap Asta’fika yang artinya aku benar-benar minta maaf kepadamu. Nah, berarti maksud orang yang mengatakan ‘afwan jiddan bahwa ia minta maaf dengan sungguh-sungguh sebenarnya sudah diwakilkan dengan kata ‘afwan itu sendiri. Adapun kata dalam bahasa arab lainnya yang berarti maaf adalah aasif. Dan untuk kata ini (aasif) tidak terkandung makna permintaan maaf dengan sungguh-sungguh.
Empat Nama Nabi
Ternyata hanya ada empat Nabi kita (yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an dan Sunnah) yang memiliki nama dari bangsa Arab murni, yaitu nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, Shalih, Syu’aib dan Hud. Adapun nama-nama nabi lainnya merupakan nama ‘ajam (asing). Dan secara kaidah bahasa arab, antara nama asli Arab dan nama asing memberikan konsekuensi yang berbeda, yaitu untuk nama asing dalam penggunaannya tidak boleh diberi tanda tanwin. Masih penasaran? Ayo belajar bahasa arab…
Musyawarah Akbar
Kadang aneh terlihat, ketika suatu spanduk dari organisasi Islam kemudian bertuliskan musyawarah akbar. Terdapat kesalahan penerapan kaedah bahasa arab dalam susunan tersebut. Kata musyawarah (yang berasal dari bahasa arab) merupakan isim muannats (jenis kata feminin). Sedangkan kata akbar merupakan isim mudzakar (jenis kata maskulin). Dalam kaedah bahasa arab, tidak tepat jika memadankan dua kata (yang dinamakan na’at man’ut) dengan kata yang berlainan jenis. Maka yang benar adalah musyawarah kubro. Karena kata kubro merupakan isim muannats. Bingung? Ayo belajar bahasa arab…
Abu dan Ummu
Penggunaan Abu dan Ummu juga dipelajari dalam bahasa arab pada bab ‘Alam (nama). ‘Alam itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Salah satunya adalah kun-yah. Kun-yah adalah nama yang diawali dengan lafazh Abu dan Ummu, seperti Abu Bakr, Ummu Kultsum dan sebagainya. Biasanya, kata yang digunakan setelah kata Ummu atau Abu adalah nama anak pertama dari sang pemilik nama. Namun, tidak berarti bahwa orang yang belum menikah bahkan anak-anak sekalipun tidak dapat menggunakan nama kun-yah. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah memanggil seorang anak kecil dengan nama kun-yah, dalam hadits yang diceritakan oleh Anas radhiallahu ‘anhu,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan aku memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Umair. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam datang, lalu memanggil: ‘Wahai Abu ‘Umair, apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair kecil.’ Sementara anak itu sedang bermain dengannya.” (HR. Bukhari)
Pentingnya Belajar Bahasa Arab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib. Tidaklah seseorang bisa memahami keduanya kecuali dengan bahasa arab. Dan tidaklah kewajiban itu sempurna kecuali dengannya (mempalajari bahasa arab), maka ia (mempelajari bahasa arab) menjadi wajib. Mempelajari bahasa arab, diantaranya ada yang fardhu ‘ain, dan adakalanya fardhu kifayah.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah 1/527 dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dorongan untuk belajar bahasa arab bukan hanya khusus bagi orang-orang di luar negara Arab. Bahkan para salafush sholeh sangat mendorong manusia (bahkan untuk orang Arab itu sendiri) untuk mempelajari bahasa arab.
Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata, “Pelajarilah bahasa arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian.” (Iqitdha)
‘Umar radhiallahu ‘anhu juga mengingatkan para sahabatnya yang bergaul bersama orang asing untuk tidak melalaikan bahasa arab. Ia menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari, “Adapun setelah itu, pelajarilah Sunnah dan pelajarilah bahasa arab, i’rablah al-Qur’an karena dia (al-Qur’an) dari Arab.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dari Hasan Al-Bashari, beliau pernah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang suatu kaum yang belajar bahasa arab?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang baik, karena mereka mempelajari agama nabi mereka.” (Mafatihul Arrobiyah, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dari as-Sya’bi, “Ilmu nahwu adalah bagaikan garam pada makanan, yang mana makanan pasti membutuhknanya.” (Hilyah Tholibul ‘Ilmi, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Ada sebuah hadist Nabi SAW. yang berbunyi “Aku mencintai Arab karena tiga hal: karena aku orang Arab, al-Qur’an berbahasa Arab, dan bahasa Arab adalah bahasa penduduk Surga.” (HR: Thabrani). Banyak ulama yang mengatakan bahwa hadits ini dhaif, bahkan sebagian menyatakan palsu. Namun imam as-Suyuthi dalam Jamiu Shagir-nya memasukan hadits ini dengan derajat shahih.
Riwayat tentang bahasa Arab yang paling tinggi derajatnya hanya sampai mauquf ke Umar bin Khatab RA, tentang perkataanya “Pelajarilah bahasa Arab, karena ia adalah separoh agamamu.” Dalam riwayat lain disebutkan “bagian dari agamamu”. Penejelasan ini bersumber dari Musnad Firadus ad-Dalimi. Ada pula hadits mauquf yang sampai ke Ali bin Abi Thalib yang berbunyi “bahasa Arab adalah bahasa Surga.” Hadits ini di-dhaifkan oleh az-Zahabi.
Ketika ditanya tentang bahasa penduduk surga, Ibnu Taimiyah menjawab dalam Majmu Fatawa-nya, bahwa tidak bisa diketahu bahasa apa yang digunakan kelak di surga. Karena tidak ada keterangan dari al-Qur’an maupun Hadits. Tidak pernah juga didengar dari sahabat bahwa bahasa Arab adalah bahasa penduduk surga. Namun, menurut beliau ada perebdaan pendapat di antara para ulama khalaf. Ada yang berpendapat bahwa penduduk surga akan berbicara dengan bahasa Arab, sedangkan penduduk neraka akan berbicara dalam bahasa Persia.
Beberapa pendapat mengatakan, penduduk Surga akan berbicara dalam bahasa Suryani sebagaiana dipakai oleh Nabi Adam AS dan diyakini bahwa semua bahasa berasal dari bahasa ini. Namun, masih menurut Ibnu Taimiyah, semua pendapat itu tidak bisa dijadikan hujah karena tidak bersumber dari al-Qur’an maupun Hadits.
Secara sekilas, Hadits di atas seakan mengkampanyekan “Arabisasi” dalam segala hal. Padahal, Nabi SAW diutus untuk seluruh bangsa di dunia. Dan orang-orang Islam yang shaleh bisa masuk surga meskipun tidak bisa berbahasa Arab.
Secara logika, memang bahasa Arab bisa menjadi salah satu media untuk mengantarkan orang masuk surga. Bahasa Arab ibarat kunci untuk membuka ilmu-ilmu pengetahuan Islam. Al-Qur’an dan Hadits adalah sumber-sumber hukum Islam yang paling asli dan berbahasa Arab. Begitu juga para ulama mengarang kitab-kitab keislaman dalam bahasa Arab. Artinya orang akan memahami islam dengan sempurna jika ia menguasai bahasa Arab.
Dalam Iqtidha as-Shirath al-Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata” Sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri termasuk dari bagian agama Islam. Mempelajarinya adalah wajib, sebab mempelajari al-Qur’an dan Sunah adalah wajib hukumnya, sementara keduanya tidak dapat difahami dengan benar kecuali dengan memahami bahasa Arab. Kewajiban yang tidak akan sempurna dengan suatu wasilah, maka wasilah tersebut ikut menjadi wajib hukumnya.
Keutamaan bahasa arab sangatlah banyak. Sebagaimana perkataan Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2, yang artinya,
“Sesungguhnya Kami telah jadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kalian memikirkan.”
Ia berkata, “Yang demikian itu (bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab) karena bahasa arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu, kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada Rasul yang paling mulia (yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) dengan bahasa yang paling mulia (yaitu bahasa arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia di atas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Ramadhan), sehingga Al-Qur’an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Surat Yusuf)
Memang banyak kita dengar perkataan bahwa bahasa arab adalah bahasa yang digunakan di surga. Namun ternyata tidak ada hadits shahih dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang masalah ini sebagaimana dinyatakan Abu Shuhaib al-Karami yang mentahkiq kitab Mukhtashar Hadi al-Arwah karya Ibnu Qayyim Al-Jaujiyyah. Namun banyak atsar salaf yang menguatkan hal ini (bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab). Wallahu a’lam bi shawab.
‘Afwan Jiddan
Kalimat yang satu ini, rasanya sudah menjadi sebuah perkataan umum yang merebak dimana-mana. Secara kata perkata, memang terlihat benar, karena ‘afwan berarti maafkan aku, sedangkan jiddan artinya sungguh-sungguh/benar-benar. Ternyata kalimat ‘afwan jiddan tidak dikenal dalam bahasa arab yang benar. Ini sama seperti seseorang yang belajar bahasa Inggris kemudian mengatakan, “My watch is dead”. Secara kata perkata memang benar, namun secara penggunaan bahasa asalnya, kalimat tersebut bukanlah kalimat yang benar.
Kata ‘afwan itu sendiri sebenarnya sudah merupakan sebuah permintaan maaf yang sangat. Jika dirinci, kata ‘afwan mempunyai kalimat lengkap Asta’fika yang artinya aku benar-benar minta maaf kepadamu. Nah, berarti maksud orang yang mengatakan ‘afwan jiddan bahwa ia minta maaf dengan sungguh-sungguh sebenarnya sudah diwakilkan dengan kata ‘afwan itu sendiri. Adapun kata dalam bahasa arab lainnya yang berarti maaf adalah aasif. Dan untuk kata ini (aasif) tidak terkandung makna permintaan maaf dengan sungguh-sungguh.
Empat Nama Nabi
Ternyata hanya ada empat Nabi kita (yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an dan Sunnah) yang memiliki nama dari bangsa Arab murni, yaitu nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, Shalih, Syu’aib dan Hud. Adapun nama-nama nabi lainnya merupakan nama ‘ajam (asing). Dan secara kaidah bahasa arab, antara nama asli Arab dan nama asing memberikan konsekuensi yang berbeda, yaitu untuk nama asing dalam penggunaannya tidak boleh diberi tanda tanwin. Masih penasaran? Ayo belajar bahasa arab…
Musyawarah Akbar
Kadang aneh terlihat, ketika suatu spanduk dari organisasi Islam kemudian bertuliskan musyawarah akbar. Terdapat kesalahan penerapan kaedah bahasa arab dalam susunan tersebut. Kata musyawarah (yang berasal dari bahasa arab) merupakan isim muannats (jenis kata feminin). Sedangkan kata akbar merupakan isim mudzakar (jenis kata maskulin). Dalam kaedah bahasa arab, tidak tepat jika memadankan dua kata (yang dinamakan na’at man’ut) dengan kata yang berlainan jenis. Maka yang benar adalah musyawarah kubro. Karena kata kubro merupakan isim muannats. Bingung? Ayo belajar bahasa arab…
Abu dan Ummu
Penggunaan Abu dan Ummu juga dipelajari dalam bahasa arab pada bab ‘Alam (nama). ‘Alam itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian. Salah satunya adalah kun-yah. Kun-yah adalah nama yang diawali dengan lafazh Abu dan Ummu, seperti Abu Bakr, Ummu Kultsum dan sebagainya. Biasanya, kata yang digunakan setelah kata Ummu atau Abu adalah nama anak pertama dari sang pemilik nama. Namun, tidak berarti bahwa orang yang belum menikah bahkan anak-anak sekalipun tidak dapat menggunakan nama kun-yah. Sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah memanggil seorang anak kecil dengan nama kun-yah, dalam hadits yang diceritakan oleh Anas radhiallahu ‘anhu,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan aku memiliki seorang saudara yang biasa dipanggil dengan sebutan Abu ‘Umair. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam datang, lalu memanggil: ‘Wahai Abu ‘Umair, apa yang sedang dilakukan oleh si Nughair kecil.’ Sementara anak itu sedang bermain dengannya.” (HR. Bukhari)
Pentingnya Belajar Bahasa Arab
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bahasa arab itu termasuk bagian dari agama, sedangkan mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Quran dan As-Sunnah itu wajib. Tidaklah seseorang bisa memahami keduanya kecuali dengan bahasa arab. Dan tidaklah kewajiban itu sempurna kecuali dengannya (mempalajari bahasa arab), maka ia (mempelajari bahasa arab) menjadi wajib. Mempelajari bahasa arab, diantaranya ada yang fardhu ‘ain, dan adakalanya fardhu kifayah.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah 1/527 dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dorongan untuk belajar bahasa arab bukan hanya khusus bagi orang-orang di luar negara Arab. Bahkan para salafush sholeh sangat mendorong manusia (bahkan untuk orang Arab itu sendiri) untuk mempelajari bahasa arab.
Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata, “Pelajarilah bahasa arab, sesungguhnya ia bagian dari agama kalian.” (Iqitdha)
‘Umar radhiallahu ‘anhu juga mengingatkan para sahabatnya yang bergaul bersama orang asing untuk tidak melalaikan bahasa arab. Ia menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari, “Adapun setelah itu, pelajarilah Sunnah dan pelajarilah bahasa arab, i’rablah al-Qur’an karena dia (al-Qur’an) dari Arab.” (Iqtidho, Ibnu Taimiyah, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dari Hasan Al-Bashari, beliau pernah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang suatu kaum yang belajar bahasa arab?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang baik, karena mereka mempelajari agama nabi mereka.” (Mafatihul Arrobiyah, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Dari as-Sya’bi, “Ilmu nahwu adalah bagaikan garam pada makanan, yang mana makanan pasti membutuhknanya.” (Hilyah Tholibul ‘Ilmi, dikutip dari majalah Al-Furqon)
Ada sebuah hadist Nabi SAW. yang berbunyi “Aku mencintai Arab karena tiga hal: karena aku orang Arab, al-Qur’an berbahasa Arab, dan bahasa Arab adalah bahasa penduduk Surga.” (HR: Thabrani). Banyak ulama yang mengatakan bahwa hadits ini dhaif, bahkan sebagian menyatakan palsu. Namun imam as-Suyuthi dalam Jamiu Shagir-nya memasukan hadits ini dengan derajat shahih.
Riwayat tentang bahasa Arab yang paling tinggi derajatnya hanya sampai mauquf ke Umar bin Khatab RA, tentang perkataanya “Pelajarilah bahasa Arab, karena ia adalah separoh agamamu.” Dalam riwayat lain disebutkan “bagian dari agamamu”. Penejelasan ini bersumber dari Musnad Firadus ad-Dalimi. Ada pula hadits mauquf yang sampai ke Ali bin Abi Thalib yang berbunyi “bahasa Arab adalah bahasa Surga.” Hadits ini di-dhaifkan oleh az-Zahabi.
Ketika ditanya tentang bahasa penduduk surga, Ibnu Taimiyah menjawab dalam Majmu Fatawa-nya, bahwa tidak bisa diketahu bahasa apa yang digunakan kelak di surga. Karena tidak ada keterangan dari al-Qur’an maupun Hadits. Tidak pernah juga didengar dari sahabat bahwa bahasa Arab adalah bahasa penduduk surga. Namun, menurut beliau ada perebdaan pendapat di antara para ulama khalaf. Ada yang berpendapat bahwa penduduk surga akan berbicara dengan bahasa Arab, sedangkan penduduk neraka akan berbicara dalam bahasa Persia.
Beberapa pendapat mengatakan, penduduk Surga akan berbicara dalam bahasa Suryani sebagaiana dipakai oleh Nabi Adam AS dan diyakini bahwa semua bahasa berasal dari bahasa ini. Namun, masih menurut Ibnu Taimiyah, semua pendapat itu tidak bisa dijadikan hujah karena tidak bersumber dari al-Qur’an maupun Hadits.
Secara sekilas, Hadits di atas seakan mengkampanyekan “Arabisasi” dalam segala hal. Padahal, Nabi SAW diutus untuk seluruh bangsa di dunia. Dan orang-orang Islam yang shaleh bisa masuk surga meskipun tidak bisa berbahasa Arab.
Secara logika, memang bahasa Arab bisa menjadi salah satu media untuk mengantarkan orang masuk surga. Bahasa Arab ibarat kunci untuk membuka ilmu-ilmu pengetahuan Islam. Al-Qur’an dan Hadits adalah sumber-sumber hukum Islam yang paling asli dan berbahasa Arab. Begitu juga para ulama mengarang kitab-kitab keislaman dalam bahasa Arab. Artinya orang akan memahami islam dengan sempurna jika ia menguasai bahasa Arab.
Dalam Iqtidha as-Shirath al-Mustaqim, Ibnu Taimiyah berkata” Sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri termasuk dari bagian agama Islam. Mempelajarinya adalah wajib, sebab mempelajari al-Qur’an dan Sunah adalah wajib hukumnya, sementara keduanya tidak dapat difahami dengan benar kecuali dengan memahami bahasa Arab. Kewajiban yang tidak akan sempurna dengan suatu wasilah, maka wasilah tersebut ikut menjadi wajib hukumnya.
0 comments:
Post a Comment