Di antara bukti keimanan seseorang muslim adalah mencintai ahlul bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena mencintai ahlul bait merupakan pilar kesempurnaan iman seorang muslim. Pernyataan cinta kepada ahlul bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sekarang tidak hanya datang dari kalangan ahlus Sunnah semata, akan tetapi juga didengungkan oleh beberapa kelompok Ahlul bid’ah seperti Syiah dan yang sealiran dengan mereka, mereka lakukan hal itu dalam rangka mengelabui dan menipu umat Islam sehingga mereka bingung dan tidak mengenal kebejatan dan kebencian mereka terhadap Ahulul bait, khususnya Syiah yang tidak kalah hebatnya dalam mempropagandakan pernyataan cinta mereka kepada ahlul bait sehingga seakan-akan merekalah satu-satunya kelompok yang paling mencintai Ahlul bait.
Untuk menjawab kebingungan umat ini, maka perlu adanya pembahasan tuntas tentang perbedaan Ahlus sunnah dan Ahlul bidah di dalam menempatkan kedudukan Ahlul bait, serta siapakah yang sebenarnya yang benar-benar mencintai Ahlul bait dan siapakah yang justru membenci mereka ?
Sebelum kita membahas tentang Ahlul bait secara detail dan yang memusuhi meraka, sepantasnyalah kita mengenal terlebih dahulu siapakah sebenarnya ahlul bait itu ?
Secara bahasa, artinya keluarga Nabi yaitu para isrti, anak perempuan Nabi serta kerabatnya yaitu Ali dan istrinya.[3]
Sedangkan menurut istilah, para ulama Ahlus Sunnah telah sepakat tentang Ahlul Bait bahwa mereka adalah keluarga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diharamkan memakan shadaqah [4]. Mereka terdiri dari : keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga Aqil, keluarga Abbas [5], keluarga bani Harist bin Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan anak anak mereka.[6]
Memang ada perselisihan, apakah para istri Nabi termasuk Ahlul Bait atau bukan ? Dan yang jelas bahwa arti Ahlu menurut bahasa (etimologi) tidak mengeluarkan para istri nabi untuk masuk ke Ahlul Bait, demikian juga penggunaan kata Ahlu di dalam Al-Qur’an dan hadits tidak mengeluarkan mereka dari lingkup istilah tersebut, yaitu Ahlul Bait.
Allah berfirman :
"Dan taatlah kalian kepada Allah dan rasulNya,sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan rijs dari kalian wahai ahlul bait dan memberbersihkan kalian sebersih-bersihnya." [Al-ahzab : 33]
Ayat ini menunjukan para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk Ahlul Bait. Jika tidak, maka tak ada faidahnya mereka disebutkan dalam ucapan itu (ayat ini) dan karena semua istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait sesuai dengan nash Al Quran maka mereka mempunyai hak yang sama dengan hak-hak Ahlul Bait yang lain. [7]
Berkata Ibnu Katsir: “Orang yang memahami Al Quran tidak ragu lagi bahwa para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam Ahlul Bait [8]” dan ini merupakan pendapat Imam Al-Qurtuby, Ibnu Hajar, Ibnu Qayim dan yang lainnya. [9]
Ibnu Taimiyah berkata: “Yang benar (dalam masalah ini) bahwa para istri Nabi adalah termasuk Alul Bait. Karena telah ada dalam hadits yang diriwayatkan di shahihaini yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari lafadz bershalawat kepadanya dengan:
Ya Allah berilah keselamatan atas muhammad dan istri-istrinya serta anak keturunannya. [Diriwayatkan Imam Bukhari]
Demikian juga istri Nabi Ibrahim adalah termasuk keluarganya (Ahlu Baitnya) dan istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Luth juga termasuk keluarganya sebagaimana yang telah di tunjukkan oleh Al Quran. Maka bagaimana istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam [2] bukan termasuk keluarga beliau ? !
Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa keluarga Nabi adalah para pengikutnya dan orang-orang yang bertaqwa dari umatnya, akan tetapi pendapat ini adalah pendapat yang lemah dan telah di bantah oleh Imam Ibnu Qoyyim dengan pernyataan beliau bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah mereka yang di haramkan shadaqah.
Setelah kita mengetahui siapa sebenarnya Ahlul Bait itu, perlu kita pahami bahwa istilah Ahlu Bait merupakan istilah syar’i yang dipakai dalam Al Quran maupun As Sunnah dan bukan merupakan istilah bid’ah. Allah berfirman tentang para istri Nabi : Dan taaitlah kalian kepada Allah dan RasulNya, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan memberbersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al-Ahzab : 33]
Berkata syaikh Abdurrahman As Sa’di : Makna rijs adalah (Ahlul bait di jauhkan) segala macam gangguan, kejelekan dan perbutan keji.[13]
Allah berfirman memerintah para istri Nabi :
"Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu)." [Al Ahzab : 34]
Ibnu Katsir berkata: “yaitu kerjakanlah dengan apa yang di turunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasulnya berupa Al Quran dan As sunnah di rumah-rumah kalian.
Berkata Qotadah dan yang lainnya “dan ingatlah dengan nikmat yang di khususkan kepada kalian dari sekalian manusia yaitu berupa wahyu yang turun ke rumah-rumah kalian tanpa yang lain. [14]
Dalam sebuah hadis juga di jelaskan :
Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka beliau menjawab:“Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas ? Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat ? Zaid menjawab Ya… [Shahih muslim 7/122-123]
Dari sini jelas penggunaan istilah Ahlul Bait adalah istilah syari dan bermakna istri dan kerabat dekat beliau dari keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas yang merupakan keluarga bani Hasyim
Sedangkan Ahlul Bait menurut orang Syiah hanyalah sahabat Ali, kemudian anaknya, Hasan bin Ali dan putrinya yaitu Fatimah, mereka dengan terang-terangan mengatakan bahwa semua pemimpin kaum muslimin selain Ali dan Hasan adalah thogut walaupun mereka menyeruh kepada kebenaran. Orang Syiah menganggap bahwa Khulafaur rasyidin adalah para perampas kekuasaan Ahlul Bait sehingga mereka mengkafirkan semua Khalifah, bahkan semua pemimpin kaum muslimin [15]. Tidak di ragukan lagi, bahwa mereka telah menyimpang dari Aqidah yang lurus, yaitu Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Maka kita katakan bahwa membatasi Ahlul bait itu hanya terbatas pada Ali, Hasan bin Ali serta Fatimah, yang keduanya adalah anak Sahabat Ali adalah merupakan batasan yang tidak ada sandaran yang benar baik dari Al-Quran maupun As sunnah. Sesungguhnya pembatasan ini adalah merupakan perkara bid’ah yang tidak di kenal oleh ulama salaf sebelumnya.
Anggapan ini sebenarnya hanyalah muncul dari hawa nafsu orang-orang Syiah karena dendam kesumat serta kedengkian mereka terhadap Islam dan Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga orang- orang Syiah sejak zaman sahabat tidak menginginkan kejayaan Islam dam kaum muslimin, dan di kenal sebagai firqoh yang ingin merongrong Islam dan ingin menghancurkannya dengan segala cara dan salah satu cara mereka adalah berlindung dibalik slogan cinta ahli bait Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam walaupun secara hakikat sebenarnya merekalah yang membenci dan memusuhi mereka.
Syiah Rafidlah menyatakan bahwa bahwa Ali dan keturunannya dari Ahlul Bait adalah orang-orang yang makshum dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Wahai para manusia! Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara, kalau kalian mengambilnya maka kalian tidak akan tersesat, (yaitu) kitabullah dan itrohku, ahli baitku. [Diriwayatkan Imam Tirmidzi 2/308 dan Thabroni 2680 dan hadis ini shahih dengan Syawahidnya. Lihat As Shahihah 4/355,1761].
Dalam hadis ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggandengkan penyebutan Kitabullah dan Ahlul Bait dengan menggunakan واو عطف sedangkan dalam kaidah ushul fiqh di katakan bahwa fungsi wawu ‘athfi adalah : Berserikatnya dua hal yang digandengkan dalam satu hukum, tidak dapat di tiadakan kecuali dengan dalil.
Hal ini berarti Ahlul Bait sama dengan Kitabullah dalam hal sebagai sumber yang terpelihara. Dan itu menunjukan bahwa mereka adalah orang-orang yang ma’shum.
Maka kita jawab syubhat ini dengan ucapan Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albany. Beliau menjelaskan : “Bahwa yang di maksud Ahlul Bait di sini adalah para ulama, orang-orang shalih serta orang-orang yang berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah dari kalangan mereka (Ahlul Bait). Al-imam Abu Ja’far At Thahawy berkata: “Al-Itroh adalah Ahlul Bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu orang yang beragama dan komitmen dalam berpegang teguh dengan perintah Nabi Shallallahu 'laihi wa sallam.
Syaikh Ali Al Qary juga mengucapkan perkataan senada dengan beliau: “Sesungguhnya Ahlul Bait itu pada umumnya adalah orang yang paling mengerti tentang shahibul bait [16] dan yang paling tahu hal ihwalnya. Maka di maksud dengan Ahlul bait di sini adalah Ahlul Ilmi (ulama) di kalangan mereka yang mengerti tentang seluk beluk hidupnya dan orang-orang yang menempuh jalan hidupnya serta orang-orang yang mengetahui hukum dan hikmahnya. Dengan inilah, maka penyebutan Ahlu bait dapat di gandengkan dengan kitabullah, sebagaimana firmannya :
"Dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah." [Al-Jum’ah : 2]
.
Syaikh Al Albany mengatakan : “Dan yang semisalnya adalah firman Allah :
Dan ingatlah apa yang di bacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu)…… “ [Al-Ahzab : 34]
Maka jelaslah bahwa yang dimaksud Ahlul Bait adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan mereka (Ahlul Bait). Mereka itulah yang dimaksud dengan Ahlul Bait dalam hadis itrah ini. Dan oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikanya salah satu dari tsaqalain (dua hal yang berat) dalam hadis Zaid Bin Arqam (yang telah lalu disebutkan) dan di gandengkan dengan kitabullah.
Yang penting, penyebutan Ahlul Bait bergandengan dengan Kitabullah dalam hadits ini sama seperti penyebutan sunnah Khulafaurrasyidin beriringan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm dalam sabdanya : "Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin setelahku".
Syaikh Ali Al-Qary berkata tentang hadist ini : “Hal tersebut karena mereka tidak beramal kecuali dengan sunahku (Rasul), maka penyebutan sunah ini dinisbatkan kepada mereka baik karena mereka mengamalkan sunnah Rasul atau karena istimbath mereka terhadap sunnah itu" [17]
Dari penjelasan Saikh Al Albany kita dapat mengambil dua kesimpulan yang mendasar yaitu :
- Bahwa yang di maksud dengan Ahlul bait di sini adalah mereka yang mengerti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi was allam dan perjalanan hidup beliau dan orang-orang yang komitmen di dalam berpegang teguh dengan sunnahnya.
- Setelah jelas bagi kita siapa yang di maksud dengan Ahlul di sini, maka penyaebutan merela bergandengan dengan penyebutan kitabullah itu kedudukannya seperti penyebutan sunnah khulafaurrosyidin beriringan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm, sedangkan kita mengetahui bahwa bahwa penyebutan sunnah mereka dengan sunnah Rasul adalah karena mereka tidak pernah beramal kecali dengan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam sehingga penisbatan suannah kepda mereka tidak berarti individu-individu mereka itu ma’shumm.
Kesimpulan
Di sebutkan oleh Ats-tsa’labi dan qodzi Iyadz bahwa mereka adalah bany Hasyim secara keseluruhan. Dan yang termasuk dalam kata gori Ahlul bait adalah sebagai berikut :
1. Keluarga Ali yaitu mencakup sahabat Ali sendiri, Fathimah (putrinya) Hasan dan Husain beserta Anak turunnya.
2. Keluarga Aqil Yaitu mencakup Aqil sendiri dan Anaknya yaitu muslim bin Aqil beserta Anak cucunya.
3. Keluarga Ja’far bin Abu Tholib yaitu mencakup Ja’far sendiri berikut anak-anaknya yaitu Abdullah, Aus dan Muhammad.
4. Keluarga Abbas bin Abdul Muttolib yaitu mencakup Abbas sendiri dan sepuluh putranya yaitu Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al-harits, ma’bad, katsir, Aus, Tamam, dan puteri-puteri beliau juga termasuk di dalamnya.
5. Keluarga Hamzah bin Abdul Muttalib yaitu mencakup Hamzah sendiri dan tiga orang anaknya yaitu Ya’la, ‘Imaroh, dan Umamah
6. Para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm tanpa kecuali.
Inilah pembahasan sekilas tentang Ahlul Bait dan bagaimana sikap salaf terhadap mereka di tambah dengan bantahan-bantahan terhadap subhat yang di lontarkan olah rofidlah.untuk lebih lanjut mengetahui bantahan-bantahan para ulama terhadap subhat-subhat mereka dapat di lihat dalam kitab minhajus sunnah, karya Syaikhul islam taimiyah. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan iman dan taqwa kepada kita sehinnga kita tetap istiqomah di dalam berpegang kepda manhaj nubuwah sampi akhir hayat kita. AMIN.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Footnote
[1]. Lihat kamus mu’jamul wasit hal : 31.
[2]. Lihat kamus lisanul arab 1/253.
[3]. Lihat kamus muhit : 1245
[4} Sebagaimana di riwayatkan oleh imam muslim dari zaid bin arqom ketika hushain bin sibrah bertanya kepadanya tentang Ahlul bait Nabi Shalal (lihat shahih muslim 7/122-223)
[5]. Lihat kitab taqrib baina Ahlus sunnah was syiah oleh Dr. Nashir bin Abdillah bin Ali Al-qafary 1/102 dan syarah Aqidah washitiyah oleh kholid bin Abdillah Al- muslikh hal. 189.Majmu’ fatawa 28/492
[6]. Lihat minhajus sunnah An-nabawiyah 7/395
[7]. Lihat majmu fatawa 17/506.
[8]. Lihat tafsir Al Qur ‘an Al-Adzim 3/506
[9]. Seperti di nukil oleh Dr. nashir bin Abdillah bin Ali Al-qofari dalam kitabnya masalatu taqrib bainas sunnah wa syiah.1/ 103-105.
[10] Lihat syarah fathhul bari 6/408
[11],Lihat Syarah Aqidah wasyityah oleh syeikh kholid bin Abdillah Al-muslikh hal : 190.
[12]. Lihat jala’ Al-afham hal : 126
[13]. Lihat tafsir karimir rahman .2/916
[14]. Lihat tafsir Al Quran Al-Adzim 3/635.
[15]. Lihat Ushul madhab Syiah karya Dr. nahir bin Abdillah bin Ali Al-qafary : 1/735-758
[16]. Yang di maksud adalah Rasulullah Shallallahu amji.
[17]. Lihat silsilah Al-ahadist As shahihah 4/360-361.
[18]. Lihat fathul bari (7/98)
[19]. Lihat minhajus sunnah An-nabawiyah hal : 7/76.
0 comments:
Post a Comment