Searching...
Monday, 29 December 2014

Kesempurnaan Islam yang Dibawa Nabi Muhammad SAW

Islam secara bahasa adalah berserah diri, tunduk, atau patuh. Adapun menurut syari’at, definisi Islam berada pada dua keadaan:

Pertama: Apabila Islam disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup keseluruhan agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah pengakuan dengan lisan, meyakininya dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan. [1]

“Berserah diri kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya, tunduk patuh kepada-Nya dengan melaksanakan ketaatan (atas segala perintah dan larangan-Nya), serta membebaskan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.”[3]

Kedua: Apabila Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud dengan Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang diri dan hartanya terjaga [4] dengan perkataan dan amal-amal tersebut, baik dia meyakini Islam ataupun tidak. Sedangkan kalimat iman berkaitan dengan amalan hati.[5]

Mengimani Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa yang dibawanya, bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib (paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) termasuk kafir, yaitu orang yang tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun ia membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama yang terbaik.

Agama Islam mencakup seluruh kemaslahatan yang terkandung di dalam agama-agama terdahulu. Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok dan sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi ummat.

Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat, dan kondisi ummat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan menghilangkan kemaslahatan ummat, bahkan dengan Islam ini ummat akan menjadi baik, sejahtera, aman dan sentausa. Tetapi harus diingat bahwa Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi ummat sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila ummat manusia menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka harus masuk Islam dan tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam.

Agama Islam adalah agama yang benar, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan kemenangan kepada orang yang berpegang teguh kepada agama ini dengan baik, namun dengan syarat mereka harus mentauhidkan Allah, menjauhkan segala (bentuk) perbuatan syirik, menuntut ilmu syar’i, dan mengamalkan amal yang shalih. Islam adalah agama yang sempurna dalam ‘aqidah dan syari’at. Di antara bentuk kesempurnaannya adalah:
  • Islam memerintahkan untuk bertauhid dan melarang perbuatan syirik
  • Memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang bersikap bohong
  • Memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang bersikap zhalim
  • Memerintahkan untuk bersikap amanah dan melarang bersikap khianat
  • Memerintahkan untuk menepati janji dan melarang ingkar janji
  • Memerintahkan untuk berbakti kepada ibu-bapak serta melarang mendurhakai keduanya
  • Islam menjaga agama dan Islam mengharamkan seseorang murtad (keluar dari agama Islam)
  • Islam menjaga jiwa. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla mengharam-kan pembunuhan dan penumpahan darah ummat Islam. Islam memelihara jiwa, oleh karena itu Islam mengharamkan pem-bunuhan secara tidak haq (benar), dan hukuman bagi orang yang membunuh jiwa seorang Muslim secara tidak haq adalah hukuman mati
  • Islam menjaga akal. Oleh karena itu, Islam mengharamkan setiap yang memabukkan seperti khamr, narkoba dan rokok
  • Islam menjaga harta. Oleh karena itu, Islam mengajarkan amanah (kejujuran) dan menghargai orang-orang yang amanah bahkan menjanjikan kehidupan bahagia dan Surga kepada mereka. Dan Islam juga melarang mencuri dan korupsi serta mengancam pelakunya dengan hukuman potong tangan (sebatas pergelangan).[7]
  • Islam menjaga nasab (keturunan). Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla mengharamkan zina dan segala jalan yang membawa kepada zina.[8]
  • Islam menjaga kehormatan. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla mengharamkan menuduh orang baik-baik sebagai pezina atau dengan tuduhan-tuduhan lain yang merusak kehormatannya
Islam didirikan atas lima dasar. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Islam dibangun atas lima dasar: (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, (2) menegakkan shalat, (3) membayar zakat, (4) berpuasa di bulan Ramadhan, dan (5) menunaikan haji ke Baitullaah.”[13]

Rukun Islam ini wajib diimani, diyakini dan wajib diamalkan oleh setiap Muslim dan Muslimah.

Rukun Pertama: Kesaksian tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Azza wa Jalla dan (bahwa) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba serta Rasul-Nya, merupakan keyakinan mantap yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya itu, seakan-akan ia dapat menyaksikan-Nya.

Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun padahal yang disaksikan itu ada dua hal, ini dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penyampai risalah dari Allah Azza wa Jalla. Jadi, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan Allah Azza wa Jalla merupakan kesempurnaan kesaksian, tidak ada sesembahan yang berhak di ibadahi dengan benar kecuali Allah.

Syahadatain (dua kesaksian) tersebut merupakan prinsip dasar keabsahan dan diterimanya semua amal. Amal akan sah dan diterima bila dilakukan dengan keikhlasan hanya karena Allah Azza wa Jalla dan mutaba’ah (mengikuti) Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ikhlas karena Allah Azza wa Jalla merupakan realisasi dari syahadat (kesaksian) laa ilaaha illallaah, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Sedangkan mutaba’ah atau meng-ikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan realisasi dari pada kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

Faedah terbesar dari dua kalimat syahadat tersebut adalah membebaskan hati dan jiwa dari penghambaan terhadap makhluk dengan beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla saja serta tidak mengikuti melainkan hanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rukun Kedua: Menegakkan shalat artinya beribadah kepada Allah dengan melaksanakan shalat wajib lima waktu secara istiqamah dan sempurna, baik waktu maupun caranya. Shalat harus sesuai dengan contoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu hikmah shalat adalah mendapat kelapangan dada, ketenangan hati, serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. [15]

Rukun Ketiga: Membayar zakat artinya beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyerahkan kadar yang wajib dari harta-harta yang harus dikeluarkan zakatnya.[16] Salah satu hikmah membayar zakat adalah membersihkan harta, jiwa dan moral yang buruk, yaitu kekikiran serta dapat menutupi kebutuhan Islam dan kaum Muslimin, menolong orang fakir dan miskin.

Rukun Keempat: Berpuasa di bulan Ramadhan artinya beribadah hanya kepada Allah dengan cara meninggalkan makan, minum, jima’ (bercampur) antara suami isteri dan hal-hal yang dapat membatalkannya dari mulai terbit fajar shadiq sampai terbenam matahari. Salah satu hikmah berpuasa di bulan Ramadhan adalah melatih jiwa untuk meninggalkan hal-hal yang disukai karena mencari ridha Allah Azza wa Jalla.

Rukun Kelima: Menunaikan (ibadah) haji ke Baitullah (rumah Allah) artinya beribadah hanya kepada Allah dengan menuju al-Baitul Haram (Ka’bah di Makkah al-Mukarramah) untuk melaksanakan syi’ar atau manasik haji. Salah satu hikmah menunaikan haji ke Baitullah adalah melatih jiwa untuk mengerahkan segala kemampuan, harta, dan jiwa agar tetap taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itulah, haji merupakan salah satu macam dari jihad fii sabiilillaah.[17]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat Mufradaat Alfaazhil Qur-aan (hal. 423, bagian سَلِمَ), karya al-‘Allamah ar-Raghib al-Ashfahani dan Ma’aarijul Qabuul (II/20) oleh Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami.
[2]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 208 dan QS. Ali ‘Imran: 19.
[3]. Al-Ushuuluts Tsalaatsah oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan Syarah Tsalaatsatil Ushuul (hal. 68-69) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
[4]. Dirinya terjaga maksudnya tidak boleh diperangi (dibunuh); dan hartanya terjaga maksudnya yaitu tidak boleh diambil (dirampas).
[5]. Lihat Ma’aarijul Qabuul (II/21), karya Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami, cet. I, Daarul Kutub al-‘Ilmiyyah dan Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam oleh al-Hafizh Ibnu Rajab.
[6]. HR. Muslim (I/134 no. 153), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[7]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 38.
[8]. Lihat QS. Al-Israa': 32.
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 67, 105, 1741) dan Muslim (no. 1679 (30)), dari Sahabat Abu Bakrah Radhiyallahu anhu
[10]. HR. An-Nasa-i (VII/82), dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu. Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi (no. 1395). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sha-iih Sunan an-Nasa-i dan lihat Ghaayatul Maraam fii Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam (no. 439).
[11]. HR. An-Nasa-i (VII/83), dari Buraidah Radhiyallahu anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Sunan an-Nasa-i dan lihat Ghaayatul Maram fii Takhriij Ahaadiitsil Halaal wal Haraam (no. 439).
[12]. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 3420), dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah.
[13]. Mutafaqun ‘alaihi. HR. Al-Bukhari dalam Kitaabul Iimaan pada bab Qaulun Nabi j بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ (no. 8), Muslim dalam Kitaabul Iimaan bab Arkaanul Islaam (no. 16), Ahmad (II/26, 93, 120, 143), at-Tirmidzi (no. 2609) dan an-Nasa-i (VIII/107).
[14]. HR. Al-Bukhari (no. 631), dari Sahabat Malik bin Khuwairits.
[15]. Lihat QS. Al-Ankabut: 45.
[16]. Lihat QS. Al-Baqarah: 43.
[17]. Diringkas dan ditambah dari kitab Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 4-10) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.

0 comments:

Post a Comment

 
Back to top!